Hukum Taklifi, Ibadah dan Sifat Allah SWT

HUKUM TAKLIFI

A. PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN HUKUM TAKLIFI

Menurut bahasa, hukum taklifi adalah hukum pemberian beban. Menurut istilah, hukum taklifi adalah ketentuan Allah swt. yang menuntut mukalaf (baligh dan berakal sehat) untuk melakukuan atau meninggalkan suatu perbuatan .
Pembagian-pembagian hukum taklifi, hukum Taklifi dibagi menjadi lima macam yaitu wajib, sunnah, haram , makruh ,dan mubah.
1 . Wajib (Al-Ijab)
Wajib menurut Syara’ adalah suatu perkara yang diperintahkan oleh syara’ secara keras kepada mukallaf untuk melaksanakannya. Atau menurut definisi lain ialah suatu perbuatan kalau dikerjakan mendapat pahala dan kalau ditinggalkan akan mendapat siksa. Wajib dikenali dari lafad atau tanda lain.
Contoh melalui lafadz :
Artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diajibkan atas orang-orang sebelum kamu.
Lalu wajib dibagi menjadi beberapa macam:
1).Wajib dari segi waktu
a. Wajib Muaqqot
yaitu perkara yang diwajibkan oleh syara’ untuk mengerjakannya dan waktunya sudah ditentukan. Contoh : sholat, puasa romadlon dan lain-lain.
b.Wajib Mutlak
yaitu perkara yang diwajibkan oleh syara’ yang waktunya belum ditentukan. Contoh : haji yang diwajibkan bagi yang mampu dan waktunya ini belum jelas.
2).Wajib dari segi orang yang mengerjakan
a.Wajib ‘aini
yaitu perkara wajib yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap individu yang tidak boleh diwakilkan pada orang lain. Contoh : sholat, puasa
b .Wajib kafai
yaitu wajib yang dibebankan pada sekelompok orang dan kalau sakah seorang adayang mengerjakan gugur kewajiban yang lain. Contoh sholat mayit , amar ma’ruf nahi mungkar dan lainnya.
3).Wajib dari segi kadar tuntutan .
a . Wajib Mukhaddat
yaitu perkara yang sudah ditentukan syara’ bentuk perbuatan yang di wajibkan dan mukallaf dianggap belum melaksanakan kewajiban sebelum melaksanakan seperti apa yang diwajibkan syara’. Contoh sholat, zakat, dan lainnya.
b. Wajib Ghoiru Mukhaddat
yaitu perkara wajib yang tidak ditentukan cara pelaksanaannya dan waktunya , san diwajibkan atas mukallaf tanpa paksaan. Contoh infaq dijalan Alloh ,menolong orang kelaparan, dan lainnya.
4).Wajib juga dibagi menjadi Mua’yan dan Mukhoyar
a. Mua’yan
yaitu kewajiban melakukan sejenis perbuatan tertentu seperti sholat, puasa, dan lainnya. Dan mukallaf belum gugur kewajibannya sebelum melaksanakannya.
b. Mukhoyar
yaitu sebuah kewajiban untuk melakukan beberapa macam perbuatan tertentu dengan memilih salah satu dari yang ditentukan. Contoh melanggar sumpah, maka kafarotnya ialah memberi makan sepuluh orang miskin atau pakaian ataupun juga memerdekakan budak.
2. Sunnah /( An-Nadb)
Sunnah  adalah suatu perkara yang perintahkan oleh syara’ kepada mukallaf untuk mengerjakannya dengan perintah yang tidak bigitu keras atau definisi lain yaitu diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya .
Sighatnya mandub dapat diketahui dengan lafadznya seperti kata disunnahkan / dianjurkan atau sighot amar, tapi ditemui dalam nash itu tanda yang menunjukkan perintah itu tidak keras.
Contoh ayat
Artinya : Hai orang – orang beriman, apabila kamu hutang piutang tidak secara tunai hendaklah kamu melunasinya.
Dalam ayat lain diterangkan :
Artinya : Maka tak ada dosa bagi kamu (jika) kamu menulisnya.
Dari lafadz yang kedua diketahui melunasi hutang itu hanya mandub.
Mandub dibagi menjadi tiga bagian:
1. Sunnah Hadyi yaitu suatu perkara yang disunnahkan sebagai penyempurna perbuatan wajib.Orang yang meninggalkannya tidak dikenai siksa tetapi tercela. contoh adzan, sholat berjamah dan lain – lain.
2. Sunnah Zaidah yaitu perkara yang disunnahkan untuk mengerjakannya sebagai sifat terpuji bagi mukallaf, karena mengikuti nabi sebagai manusia biasa. seperti makan, minum, tidur dll.
3. Sunnah Nafal yaitu perkara yang disunnahkan karena sebagai pelengkap perkara wajib. Bagi yang mengerjakannya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak disiksa / dicela. Contoh sholat sunnat
3. Haram (At-Tahrim)
Haram adalah perkara yang dituntut oleh syara’ untuk tidak mengerjakannya secara keras. Dengan kata lain kalau dikerjakan mendapat aiksa kalau ditinggalkan mendapat pahala. Contoh ayat
Artinya : Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji.
Haram dibagi dua yaitu:
  1. Haram asli karena zatnya yaitu perkara yang diharamkan dari asalnya atau asli karena zatnya. Karena dapat merusak/ berbahaya. Contoh zina mencuri dll.
  2. Haram ghoiru zat yaitu perkara yang hukum aslinya itu wajib, sunnah, mubah, tapi karena mengerjakannya dibarengi dengan cara atau [perkara haram seingga hukumya haram. Contoh sholat memakai dari baju hasil menggosob dll.

4. Makruh (Al- Karahah)
Makruh adalah perkara yang dituntut syara’ untuk meninggalkannya namun tidak begitu keras. Dengan kata lain perkara yang dilarang melakukan tapi tidak disiksa bagi yang mengerjakan.
Contoh ayat:
Artinya : Hai orang –orang yang beriman jangalah menanya hal-hal yang jika diterangkan kepada kamu niscaya menyusahkan kamu.
Makruh menurut Hanafiah dibagi dua :
1.     Makruh Tahtiman yaitu perkara yang ditetapkan meninggalkannya dengan bersumberkan dalil dhonni. seperti hadist ahad dan qiyas. contoh memakai perhiasan emas dan sutra asli bagi kaum lelaki yang diterangkan dalam hadist ahad dan hukumnya mendapatkan hukuman bagi yang meninggalkannya.
2.     Makruh Tanzih yaitu perkara yang dituntut untuk meninggalkanya dengan tuntutan yang tidak keras. seperti memakan daging keledai ahli / jinak dan meminum susunya hukumnya tidak mendapatkan siksa bagi yang melakukannya.
5. Mubah (Al-Ibahah)
Mubah adalah perkara yang dibebaskan syara’ untuk memilih atau meninggalkannya .
Contoh ayat
Artinya : Dan apabila kamu telah menunaikan ibadah haji maka bolehlah berburu.
Pembagian mubah dibagi menjadi tiga macam :
  1. Yang diterangkan syara’ tentang kebolehannya memilih antara memperbuat atau tidak.
  2. Tidak diterangkan kebolehannya namun syara’ memberitahukan bahwa syara’ memberikan kelonggaran bagi yang melakukannya.Tidak diterangkan sama sekali baik boleh mengerjakan atau meninggalkan yang seperti ini kembali ke baroitul asliyah.

Lima macam hukum taklifi yang diterangkan diatas adalah pembagian menurut jumhurul ulama, namun menurut ulama hanafiyah dibagi menjadi tujuh. Tiga perkara yang dituntut ialah: fardlu, wajib, mandub, dan tiga perkara yang dilarang yaitu: haram, makruh tanzih, makruh tahrim, dan bagian yang ketujuh adalah mubah.
Perkara dikatakan fardlu bila dalil yang menunjukkannya dari Al Quran dan sunnah yang mutawatir, seperti sholat. Tapi kalau diterangkan dari nash dhonni seperti hadist ahad qiyas dianamakan wajib seperti bacaan fatihah dalam sholat. Kalau tuntutan tidak keras di namakan mandzub kalau larangannya keras dan dalilnya khot’I seperti Al-Quran dan Sunnah mutawatir dinamakan haram, contoh zina. Kalau dalilnya dzanni dinamakan karohiatuttahrim, kalau tidak keras dinamakn karohiatuttahrim tamzih, dan kalau tidak diterangkan hukumnya dinamakan mubah.

B.KEDUDUKAN DAN FUNGI HUKUM TAKLIFI

a. Kedudukan Hukum Taklifi
Kedudukan hukum taklifi (dalam hukum Islam) merupakan ketetapan-ketetapan dari Allah itu sendiri.

b. Fungsi Hukum Taklifi
Fungsi hukum taklifi adalah sebagai rambu-rambu bagi umat Islam mengenai berbagai perbuatan yang boleh dan dilarang, perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan tetapi jika dilakukan tidak berdosa, dan lain-lain.

IBADAH

A. DEFINISI IBADAH
Ibadah (عبادة) secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu antara lain :
  1. Ibadah ialah taat kepada Allah  dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya (yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,
  2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,
  3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah  berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)
Allah  memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).

تعريف العبادة
فأجاب -رحمه الله
العبادة: هي اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه، من الأقوال والأعمال الباطنة والظاهرة، فالصلاة والزكاة والصيام والحج، وصدق الحديث وأداء الأمانة، وبر الوالدين وصلة الأرحام، والوفاء بالعهود، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، والجهاد للكفار والمنافقين، والإحسان للجار واليتيم والمسكين وابن السبيل والمملوك من الآدميين والبهائم، والدعاء والذكر والقراءة، وأمثال ذلك من العبادة، وكذلك حب الله ورسوله، وخشية الله والإنابة إليه، وإخلاص الدين له، والصبر لحكمه، والشكر لنعمه، والرضا بقضائه، والتوكل عليه، والرجاء لرحمته، والخوف من عذابه، وأمثال ذلك هي من العبادة لله
Makna Ibadah Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah :
Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi.
Maka shalat, zakat, puasa, hajji, berkata benar, menyampaikan amanat, berbakti kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad menghadapi orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, budak, hewan piaran, berdoa, berzikir, membaca al Quran, dan yang semisalnya termasuk ibadah. Demikian juga mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam, takut dan inabah kepada-Nya, ikhlas hanya kepada-Nya, bersabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, ridha dengan qadha-Nya, bertawakkal kepada-Nya, mengharap rahmat-Nya, takut kepada azab-Nya, dan yang semisalnya termasuk dalam ibadah.

B. MACAM-MACAM IBADAH DAN KELUASAN CAKUPANNYA

Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah  dan Rasul-Nya, khassyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha dengan qadha’-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari siksa-Nya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu. Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syari’at (mubah) dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal semata.

C. PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN IBADAH

Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi  :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak.” (HR. Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718)
Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya. Sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan taat.
Kemudian manhaj (jalan) yang benar dalam melaksanakan ibadah yang disyari’atkan adalah sikap pertengahan. Tidak meremehkan dan malas, serta tidak dengan sikap ekstrim dan melampaui batas. Allah  berfirman kepada Nabi-Nya , “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.” (QS. Hud: 112)
Ayat Al-Qur’an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan ber-istiqomah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari’at (sebagaimana yang diperintahkan). Kemudian pada akhir ayat, Allah  menegaskan lagi dengan firman-Nya, “Dan janganlah kamu melampaui batas.”
Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta megada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.
Ketika Rasulullah  mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw  dalam ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, “Saya akan terus berpuasa dan tidak  berbuka”, yang kedua berkata, “Saya akan shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya tidak akan menikahi wanita”, maka beliau  bersabda, “Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku.” (HR. Bukhari no. 4675 dan Muslim no. 2487)
Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :
1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi’ar-syi’ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan  di masjid-masjid saja. Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.
2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah (boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.
Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad  dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid’ah.

D. PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan).
Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut) harus dibarengi dengan raja’ (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah  berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, “Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).
Dan juga firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)
Dalam perkara ini, Allah  juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90)
Sebagian salaf berkata, “Siapa yang menyembah Allah  dengan rasa hubb (cinta) saja maka dia zindiq (istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid). Siapa yang menyembah-Nya dengan raja’ (harapan) semata maka ia adalah murji’ (orang Murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan dari iman. Iman hanya dengan hati saja). Dan siapa yang menyembah-Nya hanya dengan khauf (takut) saja, maka dia adalah harury (orang dari golongan Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa adalah kafir). Siapa yang menyembah-Nya dengan hubb, khauf dan raja’ maka dia adalah mukmin muwahhid”.
Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Risalah Ubudiyah. Beliau juga berkata, “Dien Allah adalah menyembah-Nya, taat dan tunduk kepada-Nya. Asal makna ibadah adalah adz-dzull (hina). Dikatakan “طريق معبّد” jika jalan itu dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna dzull (hina/merendahkan diri) dan hubb (cinta). Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepada Allah . Siapa yang tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyembah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka iapun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah , tetapi hendaklah Allah  lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah  lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan khudu’ (ketundukan) yang sempurna selain Allah .” (Majmu’ah Tauhid Najdiyah, 542). Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal ibadah.
Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam “Nuniyyah-nya”, “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.”
Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah  dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari’atkan baginda Rasul  itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.

E. SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat :
1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,
2. Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .
Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah  dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah  berfirman, “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
Dalam ayat diatas disebutkan “menyerahkan diri” (aslama wajhahu) artinya memurnikan ibadah kepada Allah . Dan “berbuat kebajikan” (wahuwa muhsin) artinya mengikuti Rasul-Nya .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah  rahimahullah mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah. Sebagaimana Allah  berfirman, “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua bahwasannya Muhammad  adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau  telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat” (Al-Ubudiyah, hal 103; ada dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645)

HUKUM TAKLIFI

Hukum taklifi menurut pengertian kebahasaan adalah hukum pemberian beban.Sedangkan menurut istilah ialah ketentuan Allah SWT yang menuntut mukalaf (balig dan berakal sehat) untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan,atau berbentuk pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.Tuntutan Allah SWT untuk melakukan suatu perbuatan,misalnya firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah,2:110.Artinya:”Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.”(Q.S. Al-Baqarah,2:110) Tuntutan Allah SWT untuk meninggalkan suatu perbuatan,misalnya firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’,17:33.Artinya:”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),melainkan dengan sesuatu alasan yang benar.”(Q.S. Al-Isra’,17:33) Tuntutan Allah SWT mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya,seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Jumu’ah,62:10.Artinya:”Apabila telah ditunaikan salat,maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah.”(Q.S. Al-Jumu’ah,62:10)
Hukum Taklifi mengandungi 5 hukum yaitu
1.    Wajib
2. Haram
3. Makruh
4. Harus 
5. Sunat

•   WAJIB ( Iijab)
Adalah tuntutan syarak ke atas mukallaf supaya melakukan sesuatu perbuatan dengan tuntutan pasti (jazmun). Sekiranya tidak dilaksanakan, dia akan berdosa. Jika dilaksanakan mendapat pahala. Contohnya solat lima waktu.
Firman Allah SWT :
"Dirikanlah solat dan keluarkan zakat".
Ayat di atas menjelaskan bahawa solat dan zakat itu adalah WAJIB kerana ia satu bentuk tuntutan yang pasti (jazmun) iaitu berdasarkan dalil qat'i, al-Quran al-Kariim.
Para ulama' mazhab Hanafi membezakan di antara wajib dan fardhu. Jika tuntutan supaya melakukan sesuatu dalam bentuk pasti (jazmun) berdasarkan al-Quran dan Hadis Mutawatir, maka ia dinamakan FARDHU. Jika berdasarkan dalil-dalil lain, selain drp al-Quran dan Hadis, maka ia dinamakan WAJIB.
Contohnya, membaca mana-mana surah dalam solat adalah FARDHU kerana ia berdasarkan dalil qat'i iaitu al-Quran. Sementara membaca surah al-Fatihah pula adalah WAJIB kerana ia berdasarkan dalil yang zanni iaitu HADIS AHAD.

•  HARAM
Adalah tuntutan syarak supaya meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan pasti (jazmun). Sekiranya seseorang mukallaf itu melakukannya, dia akan berdosa. sebaliknya jika ditinggalkan berdosa. Contohnya, larangan mengumpat.
Firman Allah SWT;
.".. dan janganlah sebahagian drp kamu mengumpat sebahagian yang lain" ayat 12 surah al-Hujarat
Ayat di atas menjelaskan bahawa mengumpat itu adalah HARAM kerana ia satu bentuk tuntutan yang pasti (jazmun) iaitu berdasarkan dalil qat'i, al-Quran al-Kariim
.
• MAKRUH
Sesuatu perkara yang mana lebih afdhal (utama) ditinggalkan  dari dilakukan atau apa yg dituntut oleh syarak kepada setiap mukallaf supaya ditinggalkan (bukan dgn  ilzam), di mana lafaz adalah lafaz benci larangan tetapi terdapat qarinah yang menunjukkan ia bukanlah haram, tetapi Makruh.
 Contoh.
 1. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.  Al-Maidah : 101. 
 Qarinah daripada hukum Haram kepada hukum Makruh berdasarkan..
Dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.  Al-Maidah : 101.  

Hukum Makruh ialah pembuatnya tidak berdosa, tetapi hanya dicela. Sesiapa yang meninggalkannya (tidak membuat perkara tersebut) akan mendapat pahala dan pujian drp Allah SWT.

•  HARUS
 Sesuatu perkara yang mana Syarak telah memberi pilihan kepada setiap mukallaf sama ada untuk melakukannya atau meninggalkannya. Tidak ada pujian dan celaan kepada sesiapa  yang melakukannya atau meninggalkannya… jadi hukumnya adalah HALAL.
 Contohnya…
 Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. Al-Maidah ; 5
 Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Al-Baqarah : 235
 Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya[1051] atau dirumah kawan-kawanmu. tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. An-Nuur : 61

•  SUNAT (MANDUB)
 Apa yang dituntut oleh syarak utk melakukannya dengan lafaz tidak jazmun (tidak qat'ie),   iaitu dengan memuji org yang melakukannya dengan mengurniakan pahala, tidak mencela dan tidak berdosa org yang meninggalkannya.
    Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.  Al-Baqarah : 282.
 Lafaz di atas menunjukkan lafaz tuntutan yang pasti (jazmun) tetapi terdapat qarinah ….
 .  ….. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) Al-Baqarah : 283
 Nas al-Quran di atas (al-Baqarah : 283) menunjukkan bahawa tuntutan untuk menulis/mencatat hutang adalah Sunat (Mandub) bukannya Wajib.
   "hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka". An-Nuur : 33.
Ayat di atas juga menunjukkan TIDAK WAJIB menulis/membuat perjanjian dengan adanya Qarinah berdasarkan kaedah syarak “Sesungguhnya pemilik harta mempunyai kebebasan dalam mengurus/membelanjakan hartanya”
 Sunat (Mandub) juga diistilahkan sebagai AS-SUNNAH, AN-NAAFILAH, AL-MUSTAHAB, AT-TATHAUU’, AL-IHSAN dan  AL-FADHILAH.

SIFAT ALLAH

A. Pengertian Sifat-Sifat Allah
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang yang tidak terhingga bagi Allah. Sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah. Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan kepada sifat wajib.
Sifat wajib terbagi empat bagian yaitu nafsiah, salbiah, ma’ani atau ma’nawiah.
B. Sifat-Sifat Wajib Allah
Sifat wajib Allah adalah sifat yang pasti ada pada Allah.
Berikut dibawah ini adalah sifat-sifat allah yang wajib :
1. Wujud (Ada)
Adanya Allah itu bukan karena ada yang mengadakan atau menciptakan, tetapi Allah itu ada dengan zat-Nya sendiri.
Dalil Aqli sifat Wujud
Adanya semesta alam yang kita lihat sudah cukup dijadikan sebagai alasan adanya Allah, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
Dalil Naqli sifat Wujud
جلقالسموات والارض وما بينهمافي ستةايام ﷲالذى
Allahlah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam (waktu) enam hari. (QS. AS sajdah [32]:4)
2. Qidam (Dahulu/Awal)
Sifat Allah ini menandakan bahwa Allah swt sebagai Pencipta lebih dulu ada daripada semesta alam dan isinya yang Ia ciptakan.
Dalil aqli sifat Qidam
Seandainya Allah tidak qodim, mesti Allah hadits, sebab tidak ada penengah antara qodim dan hadits. Apabila Allah hadits maka mesti membutuhkan muhdits (yang membuat) mislanya A, dan muhdits A mesti membutuhkan kepada Muhdits yang lain, misalnya B. Kemudian muhdits B mesti membutuhkan muhdits yang lain juga, misalnya C. Begitulah seterusnya.Apabila tiada ujungnya, maka dikatakan tasalsul (peristiwa berantau), dan apabila yang ujung membutuhkan kepada Allah maka dikatan daur (peristiwa berputar). Masing-masing dari tasalsul dan daur adalah mustahil menurut akal. Maka setiap yang mengakibatkan tasalsul dan daur, yaitu hudutsnya Allah adalah mustahil, maka Allah wajib bersifat Qidam.
Dalil Naqli sifat Qidam
هوالاول والاخروالظاهروالباطن
Dialah yang awal dan yang akhir Yang zhohir dan yang bathin. (QS. Al-Hadid [57]:3)
3. Baqa’(Kekal)
Allah Akan Kekal dan Abadi Selamanya, Kekalnya Allah SWT tidak berkesudahan
Dalil Aqli sifat Baqa’
Seandainya Allah tidak wajib Baqo, yakni Wenang Allah Tiada, maka tidak akan disifati Qidam. Sedangkan Qidam tidak bisa dihilangkan dari Allah berdasarkan dalil yang telah lewat dalam sifat Qidam.
Dalil Naqli Sifat Baqa’
كلشئ هالك إلاوجهه
Tiap sesuatu akan binasa (lenyap) kecuali Dzat-nya. (QS. Qoshos [28]:88)
4. Mukhalafatuhu Lilhawadith (berbeda dengan Ciptaannya/Makhluknya)
Sifat ini menunjukkan bahwa Allah SWT berbeda dengan hasil ciptaan-Nya. Coba kita perhatikan tukang jahit hasil baju yang dijahit sendiri tidak mungkin sama dengan baju yang dibuat orang lain.
Dalil Aqli sifat mukhalafah lil hawadits
Apabila diperkirakan Allah menyamai sekalian makhluknya, niscaya Allah dalah baru (Hadits), sedangkan Allah baru adalah mustahil
Dalil Naqli sifat mukhalafah lil hawadits
ليس كمثله شيئ وهوالسميع البصير
Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan dia, dan dia-lah yang maha mendengar lagi maha melihat. (QS. Asy-Syuro [42]:11)
5. Qiyamuhu Binafsihi (Allah Berdiri Sendiri)
Artinya Bahwa Allah SWT itu berdiri dengan zat sendiri tanpa membutuhkan bantuan yang lain. Maksudnya, keberadaan Allah SWT itu ada dengan sendirinya tidak ada yang mengadakan atau menciptakan.Contohnya,
Allah SWT menciptakan alam semesta ini karena kehendak sendiri tanpa minta pertolongan siapapun.
Dalil Aqli sifat Qiyamuhu Binafsihi
Seadainya Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang selalu membutuhkan dzat, sedangkan dzat selamanya tidak membutuhkan dzat lain untuk berdirinya.
Dan apabila Allah “Sifat” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat”, maka Allah tidak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat tersebut adalah termasuk sifat-sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah adalah salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha kaya (istighna)nya Allah dari dzat.
Seandainya Allah membutuhkan sang pncipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membutuhkan pencipta hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim tidak membutuhkannya. Dan mustahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan sang pencipta (mujid) yang kelanjutannya akan mengakibatkan daur atau tasalul.
Dalil Naqli Sifat Qiamuhu Binafsihi
إن اﷲ لغنى عن العا لمين
Sesungguhnya Allah benar-benar maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta. (QS. Al Ankabut [29]:6)
6. Wahdaniyyah (Tunggal/Esa)
Artinya adalah Bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa., baik itu Esa zat-Nya, sifat-Nya, maupun perbuatannya.Esa zat-Nya maksudnya zat Allah SWT itu bukanlah hasil dari penjumlahan dan perkiraan atau penyatuan satu unsur dengan unsur yang lain mkenjadi satu. Berbeda dengan mahluk, mahluk diciptakan dari berbagai unsur, seperti wujudnya manusia, ada tulang, daging, kulit dan seterusnya.Esa sifat-Nya artinya semua sifat-sifat kesempurnaan bagi Allah SWT tidak sama dengan sifat-sifat pada mahluk-Nya, seperti marah, malas dan sombong.Esa perbuatan-Nya berarti Allah SWT berbuat sesuatu tidak dicampuri oleh perbuatan mahluk apapun dan tanpa membutuhkan proses atau tenggang waktu. Allah SWT berbuat karena kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang menyuruh dan melarang.
Dalil Naqli
لوكان فيهماالهةإلااﷲ لفسد تا
Seandainya di langit dan dibumi ada tuhan-tuhan selain Allah, niscaya langit dan bumi akan rusak. (QS. Al Anbiya [21]:22)
7. Qudrat (Berkuasa)
Kekuasaan Allah SWT, atas segala sesuatu itu mutlak, tidak ada batasnya dan tidak ada yang membatasi, baik terhadap zat-Nya sendiri maupun terhadap makhluk-Nya. Berbeda dengan kekuasaan manusia ada batasnya dan ada yang membatasi.
Dalil Aqli sifat Qudrot
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun.
Dalil Naqli sifat Qudrot
إن اﷲعلى كل شيى قد ير
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]:20)
8. Iradah (berkehendak)
Allah SWT menciptakan alam beserta isinya atas kehendak-Nya sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain atau campur tangan dari siapa pun Apapun yang Allah SWT kehendakin pasti terjadi, begitu juga setiap setiap Allah SWT tidak kehendaki pasti tidak terjadi.Berbeda dengan kehendak atau kemauan manusia, tidak sedikit manusia mempunyai keinginan, tetapi keinginan itu kandas di tengah jalan. Apabila manusia berkeinginan tanpa disertai dengan kehendak Allah SWT. Pasti keinginan itu tidak terwujud. Hal ini menunjukan bahwa manusia memiliki keterbatasan, sedangkan Allah SWT memiliki kehendak yang tidak terbatas.
Dalil Aqli sifat Irodat.
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikitpun.
Dalil Naqli sifat Irodat.
ان ربك فعال لمايريد
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.
(QS. Hud[50]:107)
9. Ilmu (Mengetahui)
Artinya Allah SWT memiliki pengetahuan atau kepandaian yang sangat sempurna, artinya ilmu Allah SWT itu tidak terbatas dan tidak pula dibatasi. Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang ada di alam semesta, baik yang tampak maupun yang gaib.Bahkan, apa yang dirahasiakan didalam hati manusia sekali pun. Bukti kesempurnaan ilmu Allah SWT, ibarat air laut menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah SWT, tidak akan habis kalimat-kalimat tersebut meskipun mendatangkan tambahan air yang banyak seperti semula.Kita sering kagum atas kecerdasan dan ilmu yang dimiliki orang-orang pintar di dunia ini. Kita juga takjub akan indahnya karya dan canggihnya tekhnologi yang diciptakan manusia. Sadarkah kita bahwa ilmu tersebut hanyalah sebagian kecil saja yang diberikan Allah SWT kepada kita ?.
Dalil Aqli sifat Ilmu
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk sedikitpun.
Dalil Naqli sifat Ilmu
وهوبكل شيى عليم
Dan dia maha mengetahui segala sesuatu.
(QS.Al Hadid [57]:3 atau QS. Al Baqaroh [2]:29)
10. Hayat (Hidup)
Artinya Hidupnya Allah tidak ada yang menghidupkannya melainkan hidup dengan zat-Nya sendiri karena Allah Maha Sempurna, berbeda dengan makhluk yang diciptakan-Nya.
Contohnya :
Manusia ada yang menghidupkan. Selain itu, mereka juga mmebutuhkan makanan, minuman, istirahat, tidur, dan sebagainya. Akan tetapi, hidupnya Allah SWT tidak membutuhkan semua itu. Allah SWT hidup selama-lamanya, tidak mengalami kematian bahkan mengantuk pun tidak.
Dalil Aqli sifat hayat
Dalilnya adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan Qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.
Dalil Naqli sifat Hayat
Firman Allah :
وتو كل على الحى الذ ى لايمو ت
Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup yang tidak mati. (QS. Al-Furqon [25]:58)
11. Sama’ (Mendengar)
Allah SWT mendengar setiap suara yang ada di alam semesta ini. Yidak ada suara yang terlepas dari pendengaran Allah SWT walaupun suara itu lemah dan pelan., seperti suara bisikan hati dan jiwa manusia.Pendengaran Allah SWT berbeda dengan pendengaran mahluk –Nya karena tidak terhalang oleh suatu apapun, sedangkan pendengaran mahluk-Nya dibatasi ruang dan waktu.
DALIL :
”Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” … (QS Al Maidah :76)
12. Basar ( Melihat )
Allah SWT melihat segala sesuatu yang ada di alam semesta ini . penglihatan Allah bersifat mutlak, artinya tidak dibatasi oleh jarak( jauh atau dekat) dan tidak dapat dihalangi oleh dinding (tipis atau tebal). Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, kecil maupun besar, tampak atau tidak tampak, pasti semuanya terlihat oleh Allah SWT.
DALIL:
”………Dan Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” … (al-Baqarah: 265)
Dengan memahami sifat besar Allah SWT hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berbuat. Mungkin kita bisa berbohong kepada manusia, seperti orang tua, guru, atau teman. Akan tetapi kita tidak akan bisa berbohong kepada Allah SWT.
13. Kalam ( Berbicara / Berfirman )
Allah SWT bersifat kalam artinya Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Pembicaraan Allah SWT tentu tidak sama dengan pembicaraan manusia karena Allah SWT tidak berorgan (panca indra), seperti lidah dan mulut yang dimiliki oleh manusia.Allah SWT berbicara tanpa menggunkan alat bantu yang berbentuk apapun sebab sifat kalam Allah SWT sangat sempurna. Sebagai bukti bahwa adanya wahyu Allah SWT berupa al qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW.
DALIL :
”……. Dan Allah berkata kepada Musa dengan satu perkataan yang jelas”
(QS AnNisa’ :164)Oleh karena itu kita sebagai hamba Allah SWT hendaknya membiasakan diri mengucapkan kalimat-kalimat tayyibah, artinya kata-kata yang mulia, seperti ketika kita berbuat salah, maka segeralah membaca istighfar.
14. Kaunuhu Qadirun
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
DALIL
“Sesungguhnya Alllah berkuasa atas segala sesuatu“ (QS. Al Baqarah :20).
15. Kaunuhu Muridun
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu, Ia berkehendak atas nasib dan takdir manusia.
DALIL
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki“ … (QS. Hud :107)
16. Kaunuhu ‘Alimun
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu, mengetahui segala hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, Allah pun dapat mengetahui isi hati dan pikiran manusia.
DALIL
“Dan Alllah Maha Mengetahui sesuatu“ … (QS. An Nisa’ :176)
17. Kaunuhu Hayyun
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup, Allah adalah Dzat Yang Hidup, Allah tidak akan pernah mati, tidak akan pernah tidur ataupun lengah.
DALIL
“Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup kekal dan yang tidak mati“
(QS. Al Furqon :58)
18. Kaunuhu Sami’un
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar, Allah selalu mendengar pembicaraan manusia, permintaan atau doa hambaNya.
DALIL
“Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui“ … (QS. Al Baqoroh :256).
19. Kaunuhu BasirunYAitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).Allah selalu melihat gerak-gerik kita. Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berbuat baik.
DALIL
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“ … (QS. Al Hujurat :18)
20. Kaunuhu Mutakallimun
Yaitu Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata, Allah tidak bisu, Ia berbicara atau berfirman melalui ayat-ayat Al Quran.
Bila Al Quran menjadi pedoman hidup kita, maka kita telah patuh dan tunduk terhadap Allah swt.
C. Sifat-Sifat Mustahil bagi Allah
Sifat Mustahil Bagi Allah artinya Sifat Yang Tidak Mungkin ada pada Allah Swt. Sifat Mustahil Allah merupakan Lawan Kata/Kebalikan dari Sifat Wajib Allah
Berikut dibawah ini adalah 20 sifat-sifat mustahil bagi Allah swt.
1. ‘Adam, artinya tiada (bisa mati)
2. Huduth, artinya baharu (bisa di perbaharui)
3. Fana’, artinya binasa (tidak kekal/mati)
4. Mumathalatuhu Lilhawadith, artinya menyerupai akan makhlukNya
5. Qiyamuhu Bighayrih, artinya berdiri dengan yang lain (ada kerjasama)
6. Ta’addud, artinya berbilang – bilang (lebih dari satu)
7. ‘Ajz, artinya lemah (tidak kuat)
8. Karahah, artinya terpaksa (bisa di paksa)
9. Jahl, artinya jahil (bodoh)
10. Maut, artinya mati (bisa mati)
11. Syamam, artinya tuli
12. ‘Umy, artinya buta
13. Bukm, artinya bisu
14. Kaunuhu ‘Ajizan, artinya lemah (dalam keadaannya)
15. Kaunuhu Karihan, artinya terpaksa (dalam keadaannya)
16. Kaunuhu Jahilan, artinya jahil (dalam keadaannya)
17. Kaunuhu Mayyitan, artinya mati (dalam keadaannya)
18. Kaunuhu Asam, artinya tuli (dalam keadaannya)
19. Kaunuhu A’ma, artinya buta (dalam keadaannya)
20. Kaunuhu Abkam, artinya bisu (dalam keadaannya)
Rangkuman (Table Sifat-Sifat Wajib Allah dan Sifat-Sifat Mustahil Bagi Allah )
Tabel ini kami buat untuk memudahkan anda dalam menghafal dan memahaminya
No. Sifat Wajib Allah Tulisan Arab Arti Jenis Sifat Sifat Mustahil Allah Tulisan Arab Arti
1 Wujud ﻭﺟﻮﺩ Ada Nafsiah Adam ﻋﺪﻡ Tiada
2 Qidam ﻗﺪﻡ Terdahulu Salbiah Huduts ﺣﺪﻭﺙ Baru
3 Baqa ﺑﻘﺎﺀ Kekal Salbiah Fana ﻓﻨﺎﺀ Berubah-ubah (akan binasa)
4 Mukhalafatuhu lilhawadis ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ Berbeda dengan makhluk-Nya Salbiah Mumathalatuhu lilhawadith ﻣﻤﺎﺛﻠﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ Menyerupai sesuatu
5 Qiyamuhu binafsih ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ Berdiri sendiri Salbiah Qiamuhu bighairih ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ Berdiri-Nya dengan yang lain
6 Wahdaniyat ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ Esa (satu) Salbiah Ta’addud ﺗﻌﺪﺩ Lebih dari satu (berbilang)
7 Qudrat ﻗﺪﺭﺓ Kuasa Ma’ani Ajzun ﻋﺟﺰ Lemah
8 Iradat ﺇﺭﺍﺩﺓ Berkehendak (berkemauan) Ma’ani Karahah ﻛﺮﺍﻫﻪ Tidak berkemauan (terpaksa)
9 Ilmu ﻋﻠﻢ Mengetahui Ma’ani Jahlun ﺟﻬﻞ Bodoh
10 Hayat ﺣﻴﺎﺓ Hidup Ma’ani Al-Maut ﺍﻟﻤﻮﺕ Mati
11 Sama’ ﺳﻤﻊ Mendengar Ma’ani Sami ﺍﻟﺻمم Tuli
12 Basar ﺑﺼﺮ Melihat Ma’ani Al-Umyu ﺍﻟﻌﻤﻲ Buta
13 Kalam ﻛﻼ ﻡ Berbicara Ma’ani Al-Bukmu ﺍﻟﺑﻜﻢ Bisu
14 Kaunuhu qaadiran ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭﺍ Keadaan-Nya yang berkuasa Ma’nawiyah Kaunuhu ajizan ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﺟﺰﺍ Keadaan-Nya yang lemah
15 Kaunuhu muriidan ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪﺍ Keadaan-Nya yang berkehendak menentukan Ma’nawiyah Kaunuhu mukrahan ﻛﻮﻧﻪ مكرها Keadaan-Nya yang tidak menentukan (terpaksa)
16 Kaunuhu ‘aliman ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ Keadaan-Nya yang mengetahui Ma’nawiyah Kaunuhu jahilan ﻛﻮﻧﻪ ﺟﺎﻫﻼ Keadaan-Nya yang bodoh
17 Kaunuhu hayyan ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴﺎ Keadaan-Nya yang hidup Ma’nawiyah Kaunuhu mayitan ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻴﺘﺎ Keadaan-Nya yang mati
18 Kaunuhu sami’an ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌﺎ Keadaan-Nya yang mendengar Ma’nawiyah Kaunuhu ashamma ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺻﻢ Keadaan-Nya yang tuli
19 Kaunuhu bashiiran ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭﺍ Keadaan-Nya yang melihat Ma’nawiyah Kaunuhu a’maa ﻛﻮﻧﻪ ﺃﻋﻤﻰ Keadaan-Nya yang buta
20 Kaunuhu mutakalliman ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺘﻜﻠﻤﺎ Keadaan-Nya yang berbicara Ma’nawiyah Kaunuhu abkam ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺑﻜﻢ Keadaan-Nya yang bisu

D. Sifat Ja’iz Bagi Allah Swt
Sifat Jaiz bagi Allah artinya boleh bagi Allah Swt mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut juga sebagai “mumkin”. Mumkin ialah sesuatu yang boleh ada dan tiada.
Ja’iz artinya boleh-boleh saja, dengan makna Allah Swt menciptakan segala sesuatu, yakni dengan tidak ada paksaan dari sesuatupun juga, sebab Allah Swt bersifat Qudrat (kuasa) dan Iradath (kehendak), juga boleh – boleh saja bagi Allah Swt meniadakan akan segala sesuatu apapun yang ia mau.

Artikel Terkait